Sabtu, 09 Agustus 2008

Analisis sejarah baru

Oleh Penerbit Serambi Ilmu
Berdasarkan penelitian atas catatan diplomatik Amerika Serika, Indonesia, Belanda, dan Australia, juga arsip PBB, Gouda dan Brocades Zaalberg menelaah perubahan pandangan Amerika Serikat terhadap Indonesia dari 1920-an hingga 1949. Analisis sejarah baru oleh kedua penulis tersebut memberi kesan bahwa kalangan diplomatik Amerika bukan "tak tahu-menahu" keadaan di Indonesia sebagaimana diduga banyak
pihak, baik sebelum maupun sesudah Perang Dunia II.

Hingga belum lama ini, sebuah mitos tak terhapus muncul bahwa begitu Perang Dunia II berakhir, pemerintah Amerika Serikat pada masa kepemimpinan Presiden Hary Truman segera menyatakan dukungan politiknya terhadap Republik Indonesia yang baru berdiri. Mitos yang sama terus dipercaya di Belanda dimana banyak orang Belanda masih
berpikir bahwa bantuan Amerika Serikat terhadap Republik Indonesia,yang bermula pada 1945-1946, berperan besar atas kemerdekaan prematur dan menyakitkan Hindia Belanda.

Dengan demikian, terlepas dari perjuangan gigih rakyat Indonesia di medan tempur dan keuletan para diplomat kita di meja perundingan, politik luar negeri AS punya andil yang tak kecil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Ditulis dengan lancar serta dilengkapi referensi langka dan detail personal sejumlah tokoh sejarah, buku penting ini mengungkap fakta tentang perubahan kebijakan luar negeri AS terhadap Indonesia dan pengaruhnya dalam percaturan dalam percaturan polotik internasional, terutama di masa genting revolusi kemerdekaan Indonesia.

Judul : Indonesia Merdeka Karena Amerika?,Pengarang:Frances Gouda, Halaman : 487/HVS
ISBN : 978-979-1275-96-5, Untuk informasi lebih lanjut klik www.serambi.co.id

Kamis, 07 Agustus 2008

Pengembangan Agribisnis

Oleh Aminuddin Siregar

Agribisnis nampaknya tidak cuma sekedar isapan jempol, apabila ditemukan modus baru pengembangan agribisnis ini, dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Akan tetapi problem yang seringkali muncul kepermukaan, justru bukan masalah pengembangan, melainkan seberapa efektif manajemen agribisnis ini telah dilakukan. Sehingga persoalan yang menyangkut daya dukung ekonomi daerah yang berbasis kerakyatan menjadi prioritas..

Itu sebabnya, mengapa perlu dicari modus baru pengembangan agribisnis ini. Di mana agribisnis benar-benar dapat menjadi satu kekuatan bagi daerah dalam menjalankan roda pemerintahan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Barulah kemudian makna otonomi daerah, yang berbasis kerakyatan dapat digiring ke arah terciptanya demokratisasi ekonomi. Meskipun demokrasi dianggap tidak selalu bisa memberantas kemiskinan.

Pusat krisis yang dibentuk pemerintah tempo hari itu, nampaknya bertujuan untuk membantu dan mendukung pelaku bisnis dan perdagangan dalam meningkatkan usaha mereka. Bukan saja di tingkat nasional dan regional melainkan juga pada tingkat global. Sebab menurut Menteri Perindustrian dan Perdagangan, yang ketika itu dijabat oleh Rini MS. Soewandi, usaha pengembangan itu difokuskan pada tiga bidang industri, yakni industri tekstil, produk tekstil, dan industri alas kaki, serta industri elektronik.

Dengan dibentuknya pusat krisis industri dan perdagangan ini, diharapkan dapat menyerap tenaga kerja. Sekurangnya dapat mengurangi angka pengangguran yang cenderung meningkat dari hari-kehari. Harapan ini tidak saja untuk memperkuat kembali perekonomian regional tetapi juga dapat mendongkrak laju perekonomian daerah secara lokal, dengan berbasiskan ekonomi kerakyatan.
Sejalan dengan itu Manajemen Pengembangan Agribisnis Berwawasan Lingkungan sangat diperlukan oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Sebab pengembangan agribisnis juga akan dapat dijadikan sebagai kekuatan daya saing disektor perdagangan. Untuk mewujudkan hal Ini, tentu saja diperlukan kesepakatan bersama, konsensus, dan terlebih lagi sangat diperlukan ialah komitmen terhadap pengembangan agribisnis sebagaimana diharapkan.

Persoalannya, apakah pencarian modus baru pengembangan agribisnis ini bisa disepakati, apabila penegakan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan benar justru dianggap sebagai hambatan? Padahal semua warga masyarakat mesti mengetahui apa yang menjadi kebijakan pemerintah dan secara transparan aspirasi mereka yang disuarakan oleh wakil mereka sepenuhnya didasarkan pada kesesuaian dengan kebutuhan mereka.

Penulis Staf Pengajar pada Pusdiklat Depdagri Regional Bukittinggi. Penggagas Forum Diskusi Komunitas Klub Haus Buku

Senin, 04 Agustus 2008

Million-selling opening for vampire series finale

Monday August 4, 9:12 PM
Million-selling opening for vampire series finale
Harry Potter is still king, but the final book of Stephenie Meyer's "Twilight" series did manage a million-selling debut.

"Breaking Dawn," the fourth of Meyer's sensational teen vampire series, sold 1.3 million copies in the first 24 hours after its midnight, Aug. 2 release. Publisher Little, Brown Books for Young Readers announced Monday that it has gone back for 500,000 more copies, making the total print run 3.7 million.

The numbers for "Breaking Dawn" are comparable to the openings of a pair of famous memoirs: former President Clinton's "My Life" and Sen. Hillary Rodham Clinton's "Living History." But they don't approach the unveiling of "Harry Potter and the Deathly Hallows." The seventh and final volume of J.K. Rowling's fantasy series sold 8.3 million copies in its first 24 hours in the United States alone.

Sumber : Yahoo! Asia News